Senin, 24 Oktober 2011

Pelangi


Sinari awan
Sinari dunia
Yang dahulu kelam
Oleh rintikan hujan

Matahari tersenyum
Membawa buah cintanya
Yang hadir dalam tujuh warna
Kau pelangi

Lengkungan senyummu
Memekarkan semangat
Untuk menyudahi tangis
Saat hujan

Awan yang menangis
Telah diam
Akan kehadiranmu pelangi
Awan kembali bahagia

Pelangi
Kembalilah saat hujan pergi
Tersenyumlah
Di awan biru

Minggu, 23 Oktober 2011

Gerimis Mengembalikan Cinta

Gerimis Mengembalikan Cinta
Pagi ini mendung, sesekali air awan jatuh satu per satu membasahi kebun bunga Nabila. Nabila termenung, hari ini ia berangkat sekolah atau tidak. Sebab jarak rumahnya dengan sekolah cukup jauh. “Nanti kalau hujannya deras bagaimana ya? Nanti kalau berhenti di jalan sampai sekolah sudah masuk,” pikirnya.
“Ada apa sayang, kok belum berangkat sekolah?” tanya mama kepada Nabila. “Emm…ini kan hujan, Ma. Masak aku harus berangkat sekolah?” jawab Nabila sedikit deg – degan. Mama menggeleng kepala dan berkata, “ Tidak ada salahnya kan kalau kamu berangkat dulu, lagi pula hujannya tidak deras cuma rintik – rintik saja !”. “Tapi Ma…” belum selesai melanjutkan kalimat yang ingin diucapkannya. “Sudah, tidak ada tapi – tapian. Pokoknya kamu sekarang berangkat sekolah ya berangkat, mama tidak mau tahu lagi alasannya,” potong mama dengan agak emosi agar Nabila mau berangkat ke sekolah. “Tapi aku takut sendirian, Ma hujan – hujan gini,” Nabila merengek agar ada yang mengantarkannya. “Kamu kan sudah kelas dua SMA, masak pergi ke sekolah hujan – hujanan dikit nggak berani. Ih jijai deh !” mama pergi ke dapur meninggalkan Nabila sendiri yang kebingungan. “Ha? Jijai? Dari mana mama dapat kata – kata kayak gitu? Ah ya sudahlah aku berangkat saja, daripada ketinggalan pelajaran nanti malah rugi” Nabila keluar membuka pintu dan berteriak “Ma, aku berangkat dulu. Assalammualaikum!” teriaknya sambil melangkahkan kakinya di antara rintik – rintik hujan. “Ya, hati – hati!” jawab mama dari dalam rumah dan berlari menuju ruang tamu.
“Huh sebel deh, hujan – hujan gini suruh sekolah males aku sebenarnya,” ujar Nabila setiba di sekolah kepada Rima sahabatnya. “Yee….ya nggak apa – apakan kalau hujan – hujan sekolah, adem!” jawab Rima sambil memonyongkan bibirnya. “Nggak usah monyong – monyong gitu ngapa sih?” sentak Nabila sedikit tertawa. “ Tapi kan kalau kehujanan di jalan terus berhenti untuk berteduh sampek di sekolah sudah masuk, terus gimana hayo???” tanya Nabila sambil memonyongkan bibirnya juga. “Halah itu biasa, paling juga diizinin masuk sama gurunya itukan wajar kalau ujan – ujan gini. Lawong yang telat nggak gara – gara ujan saja nggak apa – apa kok masuk diizinin aja tuh! Terus nanti kalau nggak masuk buat surat masak gini, Saya yang bertanda tangan di bawah ini tidak dapat mengikuti pelajaran karena takut kehujanan di jalan…Hahahahahahahahaha,” ujar Rima sambil ngakak tidak bisa ditahan. “Huh sebel deh, buat orang ketawa yang wajar dikit ngapa sih. Mau buat orang ketawa kok jadinya gila!Hehm,”ujar Nabila.
“Hi student, how are you?” sapa guru bahasa Inggris yang tiba – tiba masuk ke kelas. “Fine, Sir. And you?” jawab semua murid serentak. “I’m fine too”jawabnya. Murid – murid mengeluarkan buku bahasa Inggrisnya. Tapi ternyata hari ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris. “Sir, hari ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris!” ujar Dina yang duduk tepat di depan meja guru. “O..ya Student. Hari ini memang tidak ada pelajaran bahasa Inggris. Saya hanya akan menyampaikan pengumuman apabila jam ini kalian boleh pulang, karena ibunya bapak Wonoto meninggal dunia,” jawab pak Fardi guru bahasa Inggris. Anak – anak semua ada yang senang pulang pagi dan ada pula yang sedih karena mendengar kabar duka.
Semua murid berhamburan pulang dalam keadaan awan masih menitikkan air matanya, namun tidak deras. Nabila kebingungan, Rami sudah pulang bersama Dina karena rumahnya satu jalur. Lalu dia harus bersama siapa. Nabila menelepon ibunya untuk menjemputnya. Karena merasa sedikit pegal dia duduk di sebuah batu yang besar dan panjang di depan sekolahnya. Sambil menunggu ibunya ia mengamati tiap titik – titik air hujan yang menetas. “Awan menangis, seperti aku dulu dikhianati Fajar,” ucap Nabila dalam hatinya. Dia ingat bahwa dulu dia pernah berpacaran dengan Fajar. Namun hubungan mereka hancur karena Fajar tidak setia. Fajar rela mengkhianati Nabila karena hanya ingin sebuah handphone baru dengan syarat Fajar harus berpacaran dengan Sintya. Hati Nabila sangat sakit, bagai tertusuk dua puluh pedang yang tajam. Tidak terduga air mata jatuh dari kedua bola mata Nabila. Nabila menangis akan semua kejadian yang membuatnya sakit hati, betul gara – gara Fajar.
“Kamu mengapa menangis? Sedih ya, mau pulang? Ayo aku anterin, aku bawa motor kok,” tawar seorang lelaki yang tampan dan mempesona tak lain adalah Guntur mantan pacarnya dahulu. “Emm…Guntur?” tanya Nabila. “Iya aku Guntur, Nab” jawab Guntur sambil tersenyum. “Emm…nggak usah Tur, aku sudah mau dijemput sama mamaku sebentar lagi ini pasti udah deket kok” ujar Nabila masih terisak. Terasa cinta itu tumbuh lagi. Cinta kepada Guntur bukan kepada Fajar. Dulu Guntur memang pacar Nabila saat kelas tiga SMP, tapi mereka putus gara – gara salah paham. Nabila sebenarnya kecewa dengan keputusannya, namun Nabila gengsi untuk mencabut kembali keputusannya. Memang saat Fajar menjadi pacar Nabila, Nabila masih sangat cinta kepada Guntur. Tapi apa boleh buat, Nabila juga cinta kepada Fajar. Namun, rasa cintanya kepada Fajar kini sudah hilang tertelan ombak pengkhianatan.
“Nabila, aku mau ngomong sebentar ke kamu boleh nggak?” ujar Guntur perlahan kepada Nabila. “Iya silakan, nggak apa – apa kok” jawab Nabila masih terisak. “Nab, sebenarnya aku masih sangat mencintaimu. Setelah kamu putus denganku, aku nggak pernah punya pacar lagi. Banyak sih cewek – cewek yang mau denganku tapi aku nggak mau karena aku masih sangat sayang denganmu. Maafkan aku saat itu, tapi itu cuma salah paham saja kok,” kata Guntur kepada Nabila yang membuat mata Nabila kembali berkaca – kaca. “Sejujurnya saat itu  aku mau mencabut semua omonganku. Tapi gengsi mengalahkan semua. Jadi maafkan aku juga,” Nabila berkata jujur. “Ya sudah, kamu mau nggak jadi pacar aku. Aku tahu kamu juga sudah putus kan dengan Fajar, sebenarnya aku juga sedih. Tapi jujur aku juga seneng sebab aku sudah menunggu – nunggu itu. Aku menunggu untuk dapat kembali kepadamu,” ujar Guntur dengan panjang lebar. Nabila mengangguk dan tersenyum.
Nut…nut…nut..nut. terdengar suara handphone Nabila bergetar, tanda ada sms masuk. Yang tertulis “Sayang, mama ternyata tidak bisa menjemput kamu, montornya rusak dan montor yang satunya dibawa pak Bondi. Maaf ya sayang, kamu bisa kan pulang sendiri,”.
“Kenapa?” tanya Guntur singkat. “Mamaku tidak bisa njemput, montornya rusak” jawab Nabila. “Ya sudah sekarang kamu pulang sama aku saja.  Dijamin sampai tujuan !” ujar Guntur sambil bercanda. Nabila tersenyum bertanda mau.
Sekarang ada rasa dan ada cinta lagi diantara Guntur dan Nabila. Dan semakin lama Nabila dapat melupakan Fajar sang Pengkhianat. Nabila bahagia gerimis bisa menyatukan lagi cintanya dengan Guntur. “Terima kasih gerimis, kau telah mengembalikan cintaku yang lalu,” batin Nabila saat dibonceng Guntur.
SELESAI  ~

Jumat, 14 Oktober 2011

Gadis Berkerudung

 * Gadis Berkerudung *

Gadis berkerudung
Duduk di pojok taman pinggir jalan
Termenung menuai harapan
Masa depan yang lebih cerah

Gadis berkerudung
Seakan tak dapat menerima nasib
Yang tak lagi
Secerah mentari pagi

Tawanya menebarkan
Mahkota bunga melati
Yang harum semerbak
Seharum senyumnya

Menangis di kala sedih
Dan tertawa di kala senang
Namun seakan sirna
Oleh nasibnya

Gadis berkerudung itu malu
Kala kulihat wajahnya
Dan kuminta
Memekarkan senyum manisnya

Gadis berkerudung
Aku tahu semua isi hatimu
Coba kau buka lagi
Bingkai – bingkai semangat yang pernah putus oleh ganasnya zaman