Sabtu, 10 Agustus 2013

Carikan Aku Rasa Sakit! #2

Aku menemuinya lagi sore ini. Aku berharap tak menemukan lukaku kembali robek.

"Udah lama, nih?"
"Belum kok. Sepuluh menitan,"
"Hmm. Oiya, gimana sekarang hubunganmu?"
"Semakin membaik sih. Sekarang dia udah sedikit-sedikit nggak cuek sama aku,"
"Kalau begitu jadi bagus deh,"
"Semoga seperti ini terus. Aku nggak mau jika harus pisah sama dia. Aku sayang banget sama dia,"
=====
Kenapa? Kenapa kamu harus berkata seperti itu? Kenapa kamu rela merobek lukaku lagi? Cukup kau carikan aku sakit sampai di sini. Sebenarnya aku ingin pergi dan menangis sampai aku lelah dan tertidur di atas air mataku. Tapi aku sedang bersamamu yang tak mengerti rasa hatiku. Aku tak lebih dari angin lalu untuk hidupmu.
=====
"Iya. Semoga semakin baik," aku lelah berkata.
"Oiya, akhir-akhir ini aku lihat kok kamu lebih banyak diam dari biasanya? Kamu sakit?"
=====
Iya, aku sakit. Tapi kamu tidak tahu ini karenamu. Karena aku hanya angin lalu.
=====
"Eng...Enggak kok. Masa iya aku diem? Perasaanmu aja kali haha,"
"Ehm. Mungkin aja, tapi aku ngerasa kamu lebih diem gitu sih,"
"Enggak,kok"
=====


Dulu sewaktu kita masih anak-anak. Aku suka melihatmu tertawa. Entah mengapa aku kagum melihat deretan gigimu terlihat ketika kamu tertawa lepas. Menertawakan ibumu yang ngomel pagi-pagi karena kamu terlambat bangun. Atau tertawa melihat rambutku yang kau siram dengan daun petai cina.

Setiap sore jika musimnya layang-layang, aku selalu mengintip mu bermain bersama temanmu di hamparan sawah belakang rumahku. Sama, hanya ingin melihatmu tertawa lepas. Sudah selama itu separuh dari hatimu lepas dari mu dan pergi ke hatiku. Aku dan kamu masih sekecil itu. Tapi aku sudah merasakan kamu begitu perkasa untuk menjadi pendampingku.

Kamu pernah menggendongku ketika aku terjatuh. Aku mendengar engah mu. Aku melihat wajah lelahmu. Dan aku melihat ketulusanmu. Kamu dan aku masih sekecil itu. Sekarang aku menginginkan aku dan kamu menjadi kecil, menjadi anak-anak lagi, aku ingin merasakan ketulusanmu yang sekarang tak pernah kudapatkan.

Kamu juga pernah memberiku bunga kertas merah hati. Kamu tersenyum begitu bunga itu ada di tanganku. Kemudian kamu pergi dan kembali membawa sepedamu dan memboncengku. Kau bawa aku ke sana ke mari, melihat danau, beristirahat, memberi makan burung-burung dengan cuilan kue yang sengaja kau bawa. Aku merasa sangat engkau jaga. Sejak itulah aku selalu menganggapmu pangeranku.


=====
"Ferin, kita dulu pernah anak-anak ya?"
"Iya,dong"
"Kita sering jalan bareng. Kita suka boncengan bareng,"
"Hahaha iya, kita sering seperti itu,"
"Kita dulu lucu ya. Aku suka senyum kamu,"
"Iya, kita dulu lucu. Hmmm,"
"Tapi sekarang kita udah gede gini. Udah pada ngerti cinta. Dulu aku pernah ngasih bunga ke kamu, aku ngerti kalau kamu sahabat baik aku banget,"
Aku hanya tersenyum. Ternyata Zafan masih ingat kenangan itu.
"Ehm. Kok diem?"
"Hehe, nggak papa,"
"Kapan kamu mau punya pacar? Jomblo terus nih,"
"Kapan-kapan aja, aku lagi pengen fokus sekolah dulu,"
"O gitu. Iya, ya kamu orangnya dari dulu emang kayak gitu,"
"Iya.."
"Udah mau malem nih. Pulang, yuk!"
"Iya, yaudah kamu pulang dulu aku mau nunggu taksi ya,"
"Kamu sama aku aja. Lagian yang ngajak ketemu kan aku, masak aku ninggalin kamu,"
"Udah, nggak papa,"
"Alah, aku nggak enak sama kamu, ayo naik! Itung-itung mengenang masa kanak-kanak," Zafan memamerkan tawa beserta deretan giginya. Aku suka itu! Tapi yang dulu..
"Yaudah.." aku luluh.
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar