Rabu, 23 Januari 2013

Aku Khianat Lagi

Panas. Gerah. Tak ada sejuk yang masuk melalui celah pori - pori kulit. Ah...keringat tertawa riang. Tangan mencari - cari benda untuk meredakan sedikit derita ini. Disiang yang kian menderita ini aku terus berjalan di lorong - lorong sekolah. Bersama kawan - kawan setubuh menggelayuti ilmu - ilmu untuk menggapai pucuk mimpi. Tolehan orang - orang kubalas dengan lengkingan senyuman. Ya, mungkin manis. hehehe

Tak terbayang olehku. Di jauh, namun masih mampu ku tempuh itu ternyata tempat dirinya mengayun langkah. Menggendong ransel dan menjinjing paras ranumnya yang sedari dulu manis dipandang. Namun sejauh tapak - tapak kakinya aku belum mengerti keberadaannya. Hanya saat dirinya berada tepat di depanku baru kusadari jiwa dan raganya kini terpampang di mukaku. Di mukaku. Bayangkan. Ingin segera kuraih pundaknya dan kupeluk sampai lelah aku memeluknya. Tak taukah seberapa rinduku padanya?

Siang yang semula panas dan berkeringat, saat itu pula berubah menjadi sebeku es. Serasa di kutub utara waktu itu kupijakkan jemari kakiku. Dingin. Dan...Membengkakkan hati. Sebenarnya aku mekar - mekar. Tetapi apa aku harus khianat lagi? Apa janjiku pada awan? Pada bulan sabit?. Pada aurora?. Dan pada semua kertas - kertas putih yang telah menjadi sajak?.

Maaf, maaf Awan. Aku kini khianat lagi. Buih - buih rindu yang setiap saat menggulungku tak mampu bisa kukemudi. Aku benar - benar rindu. Dan yang teramat kurindukan adalah alunan dari mulutnya. Ya, suaranya. Telah lama aku tak mendengarnya mengucap kata padaku. Hanya beberapa saat lalu puing - puing suaranya masih terseok - seok di telingaku. Perih...Semakin rindu semakin perih suaranya meraung - raung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar