Aku simpan pesanmu sampai berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Ada atau tiada gunanya pun kamu tak tahu kan? Tapi gunanya benar-benar ada. Di saat aku lupa kapan terakhir kamu mengirim pesan untukku, aku bisa melihat simpanan pesanmu yang kujaga begini apik. Jika itu menjadi pesan terakhirmu untukku, setidaknya aku masih punya, begitu.
Ada berbagai macam cara bagaimana bisa kusampaikan rindu semacam ini. Kalaupun sampai, kamu pun tak tahu, iyakan? Kepada hujan, angin, malam, dan bintang, sering mereka berbaik hati untuk membantuku menyampaikannya untukmu. Menyampaikan rindu, salam, atau ucapan selamat malam. Walaupun tak pernah kau dapatkan, tapi semuanya ada padamu. Tepat ketika malam menyampaikan mimpi.
Kini hujan datang lagi. Waktunya kusampaikan selamat siang untukmu dan makan siang di meja makanmu. Tak boleh ada yang memakan salamku kecuali engkau. Kecuali kamu yang kupilih menerima ini. Aku juga mengatakan aku merindumu di siang ini. Bersama hujan, senandungku memang tak tampak. Rinduku yang mengiang-ngiang. Hanya saja, tak terlihat dari luar. Jika dirasa-rasakan, rindu ini berat. Iyakan?
Hujan tak pernah terlambat sampaikan salamku padamu. Tanpa kuberi tahu alamat rumahmu, letak kamarmu, dan keberadaanmu sekarang. Akupun juga tak tahu semuanya. Hujan tahu aku rindu, cukup kusebutkan nama lengkapmu, dan kutunjukkan satu fotomu. Sudah, setelah itu dia datang padamu dan mengucap semuanya. Tanpa kamu terima, tapi disampaikannya dengan pasti padamu. Yang pasti dariku.
Setelah hujan pergi, dan rinduku masih teruntuk untukmu. Ke mana harus kusampaikan maksudku?
Kepada Tuhanlah aku bermunajat. Iya, kepada Tuhan. Dia tahu semua arah-arah rinduku. Hujan hanya tahu ketika rinduku untukmu, saat hanya untukmu, untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar